Francis Bacon dan Berhala Pikiran Manusia
Francis Bacon dan Berhala Pikiran Manusia
Diterbitkan : Kam, 28 November 2024
Penulis : Divisi Humas
Desain-Pembuka-1-4

Penulis : Athaillah Hasyim

Pendahuluan

Epistemologi adalah satu kajian dalam filsafat ilmu yang mustahil untuk selesai. Di kutip dari (Sumantri, 2005) berbicara tentang epistemologi berbicara tentang kebenaran serta validitas dari pengetahuan itu sendiri. Metodologi ilmiah sendiri merupakan hasil perenungan panjang dari kajian epistemologi yang tak berujung hingga sekarang. Upaya-upaya untuk memperoleh kebenaran terhadap realitas hingga kini tentunya masih memiliki banyak sudut pandang dan titik berangkat paradigma yang berbeda sehingga membuat tujuan dari pengetahuan untuk menyingkap kebenaran realitas yang bisa diterima semua orang agaknya masih jauh dari perandaian.

Setidaknya, dalam memandang realitas empirik yang benar-benar terjadi di depan mata sekalipun, manusia seringkali membawa variabel-variabel yang tidak relevan sehingga mempengaruhi penalarannya dalam menyimpulkan suatu kebenaran. Konstruk sosial masyarakat dan bagaimana lingkungan yang tercipta darinya sangat mempengaruhi cara pikir manusia dan bagaimana ia memandang realitas (Burr, 2015). Hadirnya kekhawatiran-kekhawatiran ini sangat relevan di era post-truth kini yang dimana tidak diperolehnya metode yang dapat menjelaskan fenomena secara jujur dan lugas. Jauh sebelum metode ilmiah menjadi sistematik sebagaimana sekarang, seorang pemikir asal inggris Francis Bacon (1561-1626) memperkenalkan 4 hal yang ia anggap “Berhala” yang mengungkung pikiran manusia dalam mengendus kebenaran.

Pembahasan

4 Berhala Francis Bacon

Sebelum menjadi orang yang terkenal pertamakali memperkenalkan metode induktif yang di adopsi dalam metode ilmiah modern, Bacon tumbuh di lingkungan negarawan. Di kutip dari (Russell, 2002) Bacon hidup dan bekerja untuk negara Essex (Inggris) sebagai anggota parlemen pada usia 23 tahun hingga di penjara karena diduga menerima sogokan dan menjauh dari kehidupan politik.

Bacon memperkenalkan metode induksi yang digunakan hingga sekarang sebagai wujud sifat skeptisnya terhadap kebenaran. Ia menganggap bahwa para cendekia di masa itu seringkali terlalu cepat menyimpulkan kebenaran dengan penjumlahan sederhana pada beberapa subjek yang menghasilkan data yang konsisten beberapakali. Dalam tradisi penelitian modern, istilah ini disebut dengan data jenuh. Hal ini mempengaruhi gagasannya tentang 4 Berhala terkait hal-hal yang menjadi sumber kecacatan berpikir bagi manusia dalam bernalar (Russell, 2002).

1. Idols of The tribe (Berhala Suku)

Berhala suku menurut Bacon adalah kecenderungan inheren dan alamiah yang ada dalam diri manusia secara umum. Bacon menganggap bahwa manusia memiliki kecenderungan alami yang selalu mempelajari pola-pola yang konsisten terhadap realitas. Pola-pola ini seringkali benar namun akan sangat tidak berguna dan berbahaya jika ia tidak benar-benar ada (Russell, 2002).

2. Idols of the Cave (Berhala Gua)

Berhala Gua menurut Bacon merupakan kecenderungan bagi seseorang untuk memandang sesuatu berdasarkan bagaimana lingkungan dimana ia tumbuh. Lingkungan sekitar sebagaimana yang dikatakan dalam (Burr, 2015) sangat mempengaruhi bagaimana cara manusia memandang dunianya. Itu semua mempengaruhi preferensi pribadinya, ideologi yang ia yakini serta bagaimana cara ia menyelesaikan permasalahan secara kognitif. Berhala ini akan membatasi seseorang dalam memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi namun tidak pernah ia bayangkan dalam pengalaman hidupnya (Russell, 2002).

Pada konteks yang lebih kontemporer, seseorang yang menganggap bahwa metode yang ia gunakan adalah sebuah Panasea bagi segala persoalan yang bahkan tidak pernah ia lalui sebelumnya menggambarkan bagaimana bentuk “Berhala” satu ini. Lebih konkret, seorang mahasiswa yang belajar filsafat mengkritik bagaimana sebuah negara seharusnya bekerja meskipun ia tidak mengetahui secara menyeluruh apa yang terjadi pada suatu fenomena yang ia kritik. Bentuk lain dari “Berhala Gua”  ini seperti seorang peneliti yang mengagungkan suatu teori atau metode pendekatan yang ia anggap pamungkas dalam metode ilmiah karena ia bertumbuh di lingkungan yang lebih positivistik sehingga menganggap metode yang lebih liar dan kritis tidak dapat mencapai suatu kesimpulan yang berguna. Bacon menganggap bahwa “Gua” merupakan gambaran titik berangkat seorang individu sebelum mengenal dunia yang lebih luas. Kemungkinan, ia terinspirasi dari analogi plato tentang gua dimana seseorang yang terkungkung oleh norma-norma sosial dan tidak mencari sumber cahaya dari luar gua yang lebih luas. (Russell, 2002).

3. Idols of the Marketplace (Berhala Pasar)

Berhala Pasar adalah kecacatan berpikir seseorang akibat dari bahasa yang ia gunakan. Bahasa sendiri merupakan sebuah rangkaian kata yang digunakan untuk menyampaikan sebuah pesan bagi pikiran seseorang (Sumantri, 2005). Menurut Bacon, bahasa seringkali dipenuhi ambiguitas atau miskonsepsi dari komunikator kepada seorang komunikan. Hal ini dapat menyebabkan kesalahan yang fatal dalam membuat suatu kesimpulan bahkan lebih parah dapat menyebabkan bias makna dari penggunaan bahasa yang tidak menyeluruh dalam menjelaskan realitas. Dalam konteks yang lebih umum dan kontemporer, penggunaan media penerjemah atau kamus digital seringkali mereduksi makna-makna penting dari sebuah teks sehingga tidak mewakili pesan yang disampaikan oleh teks asli kepada seorang pembaca (Russell, 2002).

4. Idols of the Theatre (Berhala Teater)

Berhala Teater menggambarkan kesalahan seseorang dalam membuat suatu kesimpulan dari penalaran yang terkungkung oleh pendidikan, kerangka pemikiran filosofis serta ideologi yang ia yakini. Teater adalah sebuah istilah yang digunakan Bacon atas tuduhannya kepada berbagai skema-skema pemikiran yang mungkin saja menyesatkan namun membentuk pola pikir seseorang dalam bernalar. Skema-skema itu kemudian menjadi metodologi yang di anggap benar dalam menghakimi suatu realitas sehingga secara aksiomatik menjadi dasar seseorang menghakimi kebenaran realitas. Sebagaimana panggung teater yang sengaja di buat sebagai hiburan semata untuk mendikte penonton bahwa inilah kenyataan yang benar (Russell, 2002).

Contoh konkrit dari Berhala teater ini dapat dilihat bahwa paradigma ilmiah yang mendominasi penghakiman kebenaran dunia akademis yang menuduh paradigma lain tidak dapat menjelaskan realitas secara sah. Seperti yang diketahui, paradigma sains belum dapat menemukan jalan keluar bagi sebagian pertanyaan-pertanyaan filosofis yang sangat penting seperti penjelasan atas sumber doktrin agama hingga yang paling sederhana, bagaimana cara mengukur moralitas seorang pemangku kebijakan. Dengan memaksakan objektivitas ilmu pengetahuan, paradigma sains mencoba mengukur itu semua secara positivistik dan kaku sehingga sangat mudah untuk dipatahkan dengan induksi-induksi yang dapat ditemukan di lapangan.

Relevansi 4 Berhala Bacon Terhadap Teori-teori Kontemporer

Konsep 4 Berhala oleh Francis Bacon merupakan suatu gagasan yang mengedepankan skeptisisme dan empirisme. Konsep ini mengandung kritik terhadap upaya serampangan yang dilakukan dalam memperoleh kebenaran dengan mengandalkan deduksi-deduksi pasti yang dengan paradigma skeptisisme masih mungkin untuk di ragukan. Dengan kritik terhadap hal tersebut, Bacon memperlihatkan bahwa dalam menyusun deduksi-deduksi itu sekalipun, manusia seringkali membangunnya dengan konstruk yang tidak relevan dengan realitas secara menyeluruh. Hingga kini, 4 Berhala Bacon secara umum dapat digunakan dalam membedah hal-hal yang menjadi konstruk pikiran individu atau kelompok tertentu dalam menyusun suatu argumentasi atau wacana.

Teori Bias Kognitif yang banyak dipelajari dalam disiplin Ilmu Psikologi modern, berusaha membedah faktor-faktor impulsif yang mempengaruhi kerja kognitif seseorang secara psikologis (Kahneman, 2013). Bidang ini kemudian berkembang pada penerapannya dalam teori-teori ekonomi hingga ilmu politik. Teori-teori sosial pada filsafat Post-Modern juga banyak menyuarakan hal yang serupa seperti di katakan Bacon. Selain Vivien Burr dan Teori Konstruksionisme Sosial yang banyak dikutip sebelumnya, dalam The Logic of Practice, Pierre Bordieu memperkenalkan konsep Habitus yang merupakan pola-pola perilaku masyarakat yang terbentuk dari wacana-wacana yang berlaku di lingkungan kebudayaannya sehingga mempengaruhi bagaimana sebuah peradaban berperilaku (Bourdieu, 1990).

Terlepas dari universalitasnya, gagasan 4 Berhala Francis Bacon tetap memiliki berbagai kekurangan berdasarkan sudut pandang teori yang lebih kontemporer. Dalam Sejarah Filsafat Barat, Russell menambahkan bahwa Bacon terlalu meremehkan peran deduksi dalam membuat kesimpulan yang benar. Dikutip dari (Russell, 2002) deduksi sangat berperan dalam merumuskan sebuah Hipotesis yang kokoh sehingga tanpa melakukan induksi yang melelahkan seseorang dapat membuat suatu praduga yang kuat. Teori Falsifikasi dalam (Popper, 2002) mengatakan bahwa empirisme yang serampangan ini tidak mungkin dilakukan karena setiap pengamatan empirik itu didahului oleh teori atau hipotesis yang dimana menggunakan deduksi rasional.

Penutup

Francis Bacon merupakan seorang filsuf yang bertanggung jawab atas adanya metodologi ilmiah modern. Dengan skeptisisme yang berpadu dengan empirisme khas inggris, pendekatan induksi menjadi suatu perkembangan besar di masanya. Francis Bacon adalah seseorang yang tidak begitu terpengaruh oleh pikiran-pikiran skolastik yang berusaha mencampuri gagasan-gagasan teologis dalam pemikirannya. Hal ini menjadikan gagasannya menjadi lebih praktis dan pragmatis untuk di terapkan.

Dengan pendekatan ilmiah-induktif Francis Bacon serta gagasan 4 Berhala-nya, pada akhirnya membuka bagaimana kebenaran seharusnya di pandang khususnya pada era post-truth masa kini. Ketika deduksi-deduksi yang seharusnya bisa di anggap benar dan dijadikan dasar aksiomatik dalam aktivitas ilmiah tidak mampu mewakili realitas yang terjadi secara gamblang, maka 4 Berhala Francis Bacon ini patut di adopsi dalam membangun pemikiran skeptis terhadap apa yang sekarang di anggap kebenaran yang mapan. Banyak data-data statistik yang seharusnya menjadi dasar untuk pengembangan ilmu pengetahuan kini tidak lagi mewakili kondisi sebenarnya. Atas dasar itu, ilmu pengetahuan harus kembali kepada tujuan mulianya dan menghancurkan berhala-berhala yang mengungkung kebenaran.

Referensi

Bourdieu, P. (1990). The Logic of Practice. Stanford University Press.

Burr, V. (2015). Social Constructionism (3rd Edition ed.). Routledge.

Kahneman, D. (2013). Thinking, Fast and Slow. Farrar, Straus and Giroux.

Popper, K. R. (2002). Conjectures and refutations. Routledge.

Russell, B. (2002). Sejarah filsafat barat dan kaitannya dengan kondisi sosio-politik dari zaman kuno hingga sekarang. Pustaka Pelajar.

Sumantri, J. S. (2005). Filsafat Ilmu. Sinar Harapan.

Nalar Artikel

Artikel Lainnya

Seminar Hasil Penelitian PMP-OMK...
Makassar, 15 Juni 2025 Lembaga Penelitian Mahasiswa (LPM) Penalaran Universitas Negeri Makassar menyelenggarakan kegiatan Seminar Hasil Penelitian sebagai...
Sel, 17 Juni 2025 | 2:15
PMP-OMK XXVIII LPM Penalaran...
Makassar, 31 Mei 2025 – Lembaga Penelitian Mahasiswa (LPM) Penalaran Universitas Negeri Makassar (UNM) telah melaksanakan salah satu...
Sen, 2 Juni 2025 | 7:29
ORIENTASI MANAJEMEN KEORGANISASIAN XXVIII
Sebentar lagi peserta akan memasuki Kegiatan Orientasi Manajemen Keorganisasian (OMK) XXVIII yang akan dilaksanakan pada : 📅 Sabtu,...
Kam, 29 Mei 2025 | 5:06
PMP-OMK XXVIII: Menempa Kesiapan...
LPM Penalaran Universitas Negeri Makassar (UNM) berhasil menyelenggarakan rangkaian kegiatan Pelatihan Metodologi Penelitian dan Orientasi Manajemen Keorganisasian (PMP-OMK)...
Sel, 27 Mei 2025 | 1:42