
Penulis: Siti Nurainun
Fenomena Urban Heat Island (UHI) merupakan salah satu dampak negatif dari urbanisasi yang pesat di berbagai kota besar di Indonesia. UHI terjadi ketika suhu udara atau suhu permukaan di kawasan perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya tutupan vegetasi, tingginya kepadatan bangunan, serta aktivitas manusia yang intensif (Muzaky & Jaelani, 2019).
Dampak dari UHI meliputi peningkatan konsumsi energi untuk pendinginan, penurunan kenyamanan termal, hingga risiko kesehatan akibat paparan suhu ekstrem. Sejumlah penelitian di Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, Palembang, Semarang, Pekalongan, dan Bogor menunjukkan bahwa perubahan tutupan lahan serta densifikasi bangunan menjadi faktor utama terbentuknya fenomena UHI (Agusman et al., 2021; Aldiansyah & Wardani, 2023; Atmaja, 2022).
Artikel ini bertujuan untuk membahas fenomena UHI di kota-kota besar Indonesia, meninjau hasil-hasil penelitian sebelumnya, serta memberikan analisis mengenai faktor penyebab dan strategi mitigasinya.
Muzaky dan Jaelani (2019) menunjukkan bahwa UHI di Jakarta, Bandung, dan Surabaya dipengaruhi oleh menurunnya tutupan vegetasi dan meningkatnya distribusi suhu permukaan. Hal serupa juga ditemukan oleh Agusman et al. (2021) di Palembang, di mana penggunaan indeks vegetasi (NDVI) dan Land Surface Temperature (LST) menunjukkan bahwa area dengan vegetasi rendah memiliki suhu yang jauh lebih tinggi.
Studi spasio-temporal di Makassar oleh Aldiansyah dan Wardani (2023) mengungkapkan tren peningkatan intensitas UHI dari tahun 1993 hingga 2021 yang berhubungan erat dengan perubahan aspek fisik wilayah. Di wilayah Bogor, Atmaja (2022) membuktikan adanya perbedaan intensitas UHI antara kawasan kota dan kabupaten, yang mencerminkan pengaruh urbanisasi terhadap peningkatan suhu permukaan.
Selain itu, penelitian di Semarang oleh Darlina, Sasmito, dan Yuwono (2018) menekankan bahwa UHI tidak hanya menimbulkan masalah lingkungan, tetapi juga berimplikasi pada perencanaan kota. Melati, Sukmono, dan Bashit (2020) menambahkan bahwa perubahan densifikasi bangunan di Pekalongan berkontribusi signifikan terhadap meningkatnya suhu permukaan perkotaan.
Secara umum, hasil penelitian di berbagai kota besar Indonesia menunjukkan pola konsisten bahwa semakin padat bangunan dan semakin berkurang vegetasi, maka intensitas UHI semakin tinggi.
Berdasarkan kajian literatur, fenomena UHI di Indonesia memiliki keterkaitan erat dengan perubahan penggunaan lahan dan peningkatan densitas bangunan. Faktor utama penyebab UHI adalah menurunnya tutupan vegetasi yang seharusnya berfungsi sebagai penyerap panas alami. Selain itu, material bangunan dan aspal yang mendominasi kawasan perkotaan menyerap panas matahari pada siang hari dan melepaskannya kembali pada malam hari, sehingga suhu udara tetap tinggi.
Fenomena UHI tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga aspek sosial dan ekonomi. Masyarakat di kota besar menghadapi kebutuhan energi yang lebih tinggi, terutama untuk pendinginan ruangan, yang pada akhirnya menambah emisi karbon. Dalam jangka panjang, hal ini memperburuk dampak perubahan iklim.
Strategi mitigasi UHI dapat dilakukan melalui:
- Penambahan ruang terbuka hijau dan kawasan resapan air.
- Penggunaan material ramah lingkungan dalam pembangunan perkotaan.
- Penerapan konsep green building dan kota berwawasan ekologi.
- Perencanaan tata ruang yang mempertimbangkan aspek iklim mikro.
Dengan demikian, upaya pengendalian UHI membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta agar pembangunan kota tetap selaras dengan prinsip keberlanjutan.
Kesimpulan
Fenomena Urban Heat Island (UHI) di kota-kota besar Indonesia merupakan konsekuensi dari urbanisasi, perubahan tutupan lahan, serta densifikasi bangunan. Penelitian di Jakarta, Bandung, Surabaya, Palembang, Makassar, Semarang, Pekalongan, dan Bogor memperlihatkan pola yang serupa, yaitu bahwa semakin berkurang vegetasi dan semakin padat bangunan, semakin besar pula intensitas UHI.
Oleh karena itu, strategi mitigasi berbasis lingkungan seperti penyediaan ruang terbuka hijau, penerapan green building, dan tata ruang kota yang adaptif menjadi langkah penting untuk menekan dampak UHI. Implementasi strategi ini tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat perkotaan.
Daftar Pustaka
Agusman, R., Maulana, A. P., Hutagaol, R. R., Vieri, C., & Handawati, R. Fenomena Urban Heat Island di Kota Palembang Berdasarkan Land Surface Temperature (LST) dan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, 21(2).
Aldiansyah, S., & Wardani, F. (2023). Analisis Spasio-Temporal Fenomena Urban Heat Island dan Hubungannya Terhadap Aspek Fisik di Kota Makassar (1993-2021). Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, 24(1), 1-11.
Atmaja, D. S. Analisis Fenomena Urban Heat Island Permukaan Wilayah Bogor (Studi Kasus Kota dan Kabupaten Bogor) (Bachelor’s thesis, Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Darlina, S. P., Sasmito, B., & Yuwono, B. D. (2018). Analisis Fenomena Urban Heat Island Serta Mitigasinya (Studi Kasus: Kota Semarang). Jurnal Geodesi Undip, 7(3), 77-87.
Melati, F. S., Sukmono, A., & Bashit, N. (2020). Analisis pengaruh perubahan densifikasi bangunan terhadap fenomena urban heat island menggunakan algoritma urban index dengan citra landsat multitemporal (Studi kasus: Kota Pekalongan). Jurnal Geodesi Undip, 9, 166-175.
Muzaky, H., & Jaelani, L. M. (2019). Analisis pengaruh tutupan lahan terhadap distribusi suhu permukaan: kajian urban heat island di Jakarta, Bandung dan surabaya. Jurnal Penginderaan Jauh Indonesia Agustus, 1(02).