ChatGPT: Si Cerdas yang bisa Bohong
ChatGPT: Si Cerdas yang bisa Bohong
Diterbitkan : Sen, 25 November 2024
Penulis : Divisi Humas
cah

Penulis: Andi Moch Ikhsan Syahputra

Pendahuluan

Perkembangan teknologi yang sangat pesat di era society 5.0 merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Era society 5.0 sendiri merujuk pada sekelompok orang yang memanfaatkan teknologi untuk menyelesaikan permasalahan sehari-hari di era Evolusi Industri 4.0 (Amalia, 2022). Kemunculan teknologi Artificial Intelligence (AI) seperti ChatGPT telah memberikan kemudahan bagi manusia dalam mengakses informasi secara cepat dan mudah. Kemudahan ini dapat dirasakan oleh berbagai kalangan seperti pelajar dalam menyelesaikan tugas sekolah, masyarakat umum dalam memperoleh informasi terkait masalah sehari-hari, dan para profesional yang memerlukan referensi cepat serta akurat untuk mendukung pekerjaan mereka.

Tingginya intensitas penggunaan ChatGPT belakangan ini tidaklah mengherankan, karena tingkat akurasinya yang cukup tinggi, yaitu mencapai 87,8% berdasarkan penelitian dari Massive Multitask Language Understanding (Dash Howrth, 2024). Namun, tingginya akurasi tersebut tidak selalu menjamin bahwa semua informasi yang diberikan adalah benar. Menurut Calvin Wankhede (2024), ChatGPT sering kali menyisipkan detail fiktif sebagai respons terhadap perintah tertentu untuk menghasilkan fakta yang meyakinkan. Fenomena ini lebih dikenal dengan istilah pseudoinformasi. Tentu, adanya fakta ini membuat kita berpikir, “bagaimana mungkin sebuah mesin yang dirancang untuk memberikan informasi yang akurat, justru bisa berbohong?

Berdasarkan permasalahan tersebut, artikel ini akan membahas secara mendalam rahasia di balik platform ChatGPT dalam menghasilkan informasi serta kemungkinan dampak negatif yang bisa muncul akibat adanya pseudoinformasi.

Pembahasan

Apa itu ChatGPT?

Menurut Suharmawan (2023) ChatGPT adalah teknologi yang menggunakan pemrosesan bahasa alami (natural    language    processing) dan memungkinkan untuk menjawab pertanyaan manusia dengan memasukkan teks ke dalam aplikasi. ChatGPT pertama kali dirilis pada tanggal 30 November 2022 oleh sebuah laboratorium riset kecerdasan buatan (artificial intelligence) bernama OpenAI di amerika serikat. Aplikasi ini berbasis chatbot dan menjadi sangat popular dikarenakan jawaban yang diberikan ChatGPT tampak terstruktur dengan baik, dengan hubungan yang konsisten antara kata dan kalimat, sangat akurat, dan mampu mengingat percakapan sebelumnya (Suharmawan, 2023).

Kemudahan, akses yang sangat cepat, dan hasil jawaban yang akurat membuat intensitas penggunaan aplikasi ChatGPT di seluruh dunia meningkat dengan sangat signifikan tiap tahunnya.

(Sumber: https://wisernotify.com/blog/chatgpt-users/)

Data statistik penggunaan ChatGPT di atas memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan yang sangat signifikan tiap bulannya. Di mana hanya dalam waktu lima hari sejak pertama kali dirilis, jumlah pengguna ChatGPT telah mencapai 1 juta. Kondisi ini terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 2024, jumlahnya telah mencapai lebih dari 200 juta pengguna aktif (Wisernotify, 2024).

Berdasarkan kondisi ini timbul suatu pertanyaan, Apa yang membuat chatGPT dapat sehebat itu dalam menghasilkan suatu jawaban sehingga dapat menarik pengguna dengan sangat cepat? Untuk mengetahui jawaban atas pertanyaan ini, kita perlu mengetahui secara mendalam bagaimana cara ChatGPT dalam menghasilkan informasi atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pengguna.

Cara Kerja ChatGPT

ChatGPT bekerja dengan cara memanfaatkan teknologi pemrosesan bahasa alami (natural language processing) yang canggih untuk memahami pertanyaan yang diajukan pengguna dan memberikan tanggapan yang tepat dan akurat. Natural Language Processing atau sering disingkat NLP merupakan salah satu bidang kecerdasan buatan dimana komputer dirancang untuk berkomunikasi dengan manusia dalam bahasa alami seperti bahasa Indonesia (Ali dalam Furqan, Sriani & Shidqi, 2023).  NLP memungkinkan komputer mempelajari dan memahami bahasa manusia, memungkinkan komputer berkomunikasi dengan manusia (Prasetyo, Benarkah, & Chrisintha, 2021). Hasil penelitian dari Prasetyo et al., tahun 2021 dengan judul Implementasi Natural Language Processing dalam Pembuatan Chatbot pada Program Information Technology Universitas Surabaya memaparkan bagaimana gambaran kerja sistem dari teknologi ini, dimana chatGPT memiliki cara kerja yang serupa dengan Chatbot pada umumnya yakni sebagai berikut.

(Sumber: Artikel dari Prasetyo, Benarkah, & Chrisintha tahun 2021)

1. Menginputkan Pertanyaan melalui user interface

Proses kerja sistem ini diawali dengan memasukkan pertanyaan ke dalam sistem melalui antarmuka pengguna. Sistem akan mencoba mengidentifikasi kata tanya pada pertanyaan yang dimasukkan oleh pengguna. Di mana pertanyaan-pertanyaan ini nantinya akan menjalani proses tokenisasi.

2. Melakukan Proses Tokenisasi

Proses tokenisasi membagi teks menjadi kata-kata menggunakan spasi sebagai pembatas, dengan tujuan membuat setiap kata berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan kata lain (Nata & Yudiastra dalam Furqan et al., 2023). Setelah proses tokenisasi, sistem akan melakukan pengecekan pada daftar kata tanya yang ada. Jika ditemukan kata tanya, maka sistem melanjutkan ke langkah selanjutnya yaitu keyword extraction.

3. Melakukan Proses Keyword Extraction

Proses ini diawali dengan penghapusan stopword yang terdapat dalam kalimat tanya yang diinputkan oleh pengguna. Stopword adalah kumpulan kata-kata umum yang tidak penting tetapi sering muncul. Contoh stopword dalam bahasa Indonesia adalah “ke”, “di”, dan “yang” (Furqan et al., 2023).  Kemudian sistem akan mencari kata kunci pada kalimat tersebut dengan memanfaatkan libarary. Setelah kata tanya dan kata kunci ditentukan, sistem mencari database yang ada untuk mendapatkan jawaban yang sesuai. Jika hasil pencarian ditemukan di database, sistem akan menampilkan jawabannya kepada pengguna.

Namun jika tidak ada hasil pencarian yang ditemukan, maka sistem akan menggunakan kamus tesaurus untuk mencari sinonim kata kunci. Sistem kemudian menggabungkan sinonim yang diidentifikasi dengan istilah kueri. Hasil kombinasi tersebut digunakan dalam proses pencarian kembali database untuk mendapatkan jawaban. Apabila jawaban tersebut masih belum ditemukan, maka sistem akan melakuakn crawling ke halaman situs web terkait untuk mendapatkan jawaban yang sesuai.

4. Melakukan Proses crawling

Proses crawling dimulai dengan menggunakan kombinasi awal kata tanya dan kata kunci yang diperoleh dari keyword extraction. Jika hasil crawling pertama ini tidak menghasilkan jawaban, proses crawling dijalankan kembali menggunakan hasil kombinasi sinonim kata kunci dan kata tanya. Jawaban yang ditemukan berdasarkan hasil crawling akan disimpan ke dalam database beserta kata tanya dan kombinasi kata kunci yang digunakan. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat pencarian jawaban ketika pengguna lain menanyakan pertanyaan serupa di kemudian hari, karena sistem tidak perlu mengulangi proses crawling.

Dampak Negatif ChatGPT

ChatGPT bekerja dengan cara yang sangat mengandalkan database dan proses pencarian kata kunci. Di mana database yang digunakan oleh ChatGPT berasal dari berbagai sumber digital yang ada di internet seperti website, youtube, jurnal, artikel berita, forum diskusi, dan berbagai sumber lain yang tersedia secara publik. Luasnya cakupan database yang digunakan membuat ChatGPT terkadang tidak mampu membedakan sumber yang kredibel dari yang tidak, menyebabkan jawaban yang dihasilkan oleh ChatGPT dapat berupa informasi yang tidak benar seperti yang dikatakan oleh (Wankhede, 2024), dimana ChatGPT sering kali menyisipkan detail fiktif sebagai respons terhadap perintah tertentu untuk menghasilkan fakta yang meyakinkan.

Kondisi ini secara ilmiah dikenal dengan istilah Pseudo informasi. Pseudo informasi adalah informasi yang diterima secara logika namun sebenarnya bukan informasi yang benar. Informasi tersebut tidak valid, banyak kekurangan, tidak dapat diverifikasi, dan cenderung dipertanyakan. Dengan kata lain, kita juga dapat membahas data yang menipu atau palsu (Moran dalam Gemiharto, 2014). Dalam konteks AI seperti ChatGPT, munculnya informasi yang tidak benar merupakan suatu hal yang sulit untuk dihindari. Hal ini didasarkan atas penelitian dari Massive Multitask Language Understanding yang membuktikan bahwasanya tingkat akurasi dari ChatGPT dalam menghasilkan jawaban mencapai 87,8% yang tergolong cukup tinggi. Namun yang menjadi perhatian adalah adanya 12,2% kemungkinan jawaban yang tidak benar dihasilkan oleh ChatGPT.

Kondisi ini dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor seperti:

1. Proses Tokenisasi dan Keyword Extraction Gagal

Apabila kedua proses ini gagal dilakukan oleh sistem ChatGPT dalam memahami konteks pertanyaan dari pengguna, maka jawaban yang dihasilkan mungkin tidak relevan atau salah.

2. Ketergantungan pada Database atau Crawling

Jika jawaban yang dihasilkan oleh ChatGPT diambil dari sumber eksternal selama proses crawling, maka sistem dapat menarik informasi dari situs web yang kurang kredibel atau tidak diverifikasi. Informasi ini yang kemudian disimpan dalam database untuk penggunaan berikutnya, sehingga dapat menghasilkan informasi yang salah.

3. Kesalahan Konseptual

Model NLP seperti ChatGPT terkadang tidak mampu menangkap konteks pertanyaan secara penuh, terutama jika terdapat ambiguitas atau nuansa budaya dan bahasa. Hal ini dapat mengakibatkan penyajian informasi yang menyesatkan meskipun secara teknis benar dari sudut pandang kata kunci.

4. Keterbatasan dalam Mendeteksi Fakta

Sistem NLP saat ini, termasuk ChatGPT, tidak memiliki kemampuan bawaan untuk melakukan verifikasi fakta terhadap informasi eksternal secara otomatis. Hal ini berarti bahwa sistem dapat memberikan jawaban yang mengandung informasi yang salah tanpa menyadari bahwa informasi tersebut salah atau menyesatkan

Fenomena pseudo informasi ini menunjukkan bahwa meskipun teknologi kecerdasan buatan seperti ChatGPT memiliki tingkat akurasi yang tinggi, tetap ada celah untuk munculnya kesalahan. Oleh karena itu, penting bagi pengguna untuk memiliki kemampuan literasi digital yang baik, termasuk kemampuan untuk memverifikasi informasi, memahami konteks, dan mempertanyakan jawaban yang diberikan oleh AI. Hal ini sejalan dengan prinsip penggunaan teknologi secara kritis dan bertanggung jawab, di mana pengguna tidak hanya menerima informasi secara mentah, tetapi juga melakukan evaluasi terhadap validitas dan relevansinya.

Penutup

Teknologi Artificial Intelligence (AI) seperti ChatGPT, yang berbasis Natural    Language    Processing (NLP), telah memberikan kemudahan dalam mengakses informasi secara cepat dan terstruktur. Namun, meski memiliki tingkat akurasi yang tinggi, yaitu 87,8%, ChatGPT kerap menghasilkan pseudo informasi, yaitu informasi yang tampak logis tetapi tidak valid atau sulit diverifikasi. Penyebabnya meliputi kegagalan memahami konteks pertanyaan, ketergantungan pada sumber eksternal yang kurang kredibel, dan keterbatasan dalam mendeteksi fakta. Oleh karena itu, pengguna disarankan memiliki literasi digital yang baik untuk memverifikasi dan mengevaluasi informasi guna menghindari dampak negatif pseudo informasi.

Referensi

Furqan, M., Sriani, & Shidqi, M. N. (2023). Chatbot Telegram Menggunakan Natural Language Processing. Walisongo Journal of Information Technology, 15-26.

Gemiharto, I. (2014). Menghindari Pseudo Informasi dalam Sistem. Jurnal Ilmiah Komunikasi, 171-188.

Prasetyo, V. R., Benarkah, N., & Chrisntha, V. J. (2021). Implementasi Natural Language Processing dalam Pembuatan Chatbot pada Program Information Technology Universitas Surabaya. TEKNIKA, 114-121.

Suharmawan, W. (2023). Pemanfaatan Chat GPT dalam Dunia Pendidikan. Education Journal: Journal Education Research and Development, 158-166.

Vaghasiya, K. (2024, September 1). ChatGPT Statistics: Rapid Growth from Launch to 2023-2024. Retrieved from Wisernotify: https://wisernotify.com/blog/chatgpt-users/

Wankhede, C. (2024, November 17). How accurate is ChatGPT? Should you trust its responses? Diambil kembali dari Android Authority: https://www.androidauthority.com/how-accurate-is-chatgpt-3436192/

Nalar Artikel

Artikel Lainnya

Seminar Hasil Penelitian PMP-OMK...
Makassar, 15 Juni 2025 Lembaga Penelitian Mahasiswa (LPM) Penalaran Universitas Negeri Makassar menyelenggarakan kegiatan Seminar Hasil Penelitian sebagai...
Sel, 17 Juni 2025 | 2:15
PMP-OMK XXVIII LPM Penalaran...
Makassar, 31 Mei 2025 – Lembaga Penelitian Mahasiswa (LPM) Penalaran Universitas Negeri Makassar (UNM) telah melaksanakan salah satu...
Sen, 2 Juni 2025 | 7:29
ORIENTASI MANAJEMEN KEORGANISASIAN XXVIII
Sebentar lagi peserta akan memasuki Kegiatan Orientasi Manajemen Keorganisasian (OMK) XXVIII yang akan dilaksanakan pada : 📅 Sabtu,...
Kam, 29 Mei 2025 | 5:06
PMP-OMK XXVIII: Menempa Kesiapan...
LPM Penalaran Universitas Negeri Makassar (UNM) berhasil menyelenggarakan rangkaian kegiatan Pelatihan Metodologi Penelitian dan Orientasi Manajemen Keorganisasian (PMP-OMK)...
Sel, 27 Mei 2025 | 1:42