Saat Hidup Selalu Tidak Berpihak: Menafsirkan The Winner Takes it All melalui Teori Ketidakberdayaan
Saat Hidup Selalu Tidak Berpihak: Menafsirkan The Winner Takes it All melalui Teori Ketidakberdayaan
Diterbitkan : Sel, 15 Juli 2025
Penulis : Divisi Humas
naufal artikel

Penulis : Muhammad Naufal Zulfiqh Alexander

Pernahkah kamu merasa bahwa dunia seakan tak pernah berpihak padamu? Sudah berusaha sepenuh hati, namun gagal juga. Sudah percaya pada harapan, tapi berkali-kali dikecewakan. Di sisi lain, hidup orang lain tampak berjalan begitu mudah mereka berhasil, mereka dicintai, mereka menang. Sementara yang lain, hanya bisa menatap dari kejauhan, menggenggam rasa sakit dalam diam. Perasaan seperti ini bukan sekadar kesedihan biasa. Ketika kegagalan demi kegagalan terus datang tanpa bisa dikendalikan, seseorang bisa mulai mempercayai bahwa ia memang ditakdirkan untuk gagal. Kondisi inilah yang dikenal dalam psikologi sebagai learned helplessness atau ketidakberdayaan yang dipelajari. Menurut Maier dan Seligman (2016), pengalaman tak berdaya yang terjadi secara terus-menerus dapat membuat individu menyerah bahkan sebelum mencoba lagi.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa paparan stres yang tidak terkendali dapat menyebabkan disregulasi sistem motivasi dalam otak, yang memperkuat perilaku menyerah dan pasrah (Han et al., 2020). Fenomena ini bukan sekadar teori; dalam konteks mahasiswa Indonesia saat pandemi, penelitian menunjukkan bahwa semakin rendah self-efficacy, semakin tinggi pula tingkat learned helplessness yang mereka alami (Saputra & Hidayat, 2021). Hasil penelitian ini diperkuat oleh temuan bahwa individu dengan self-efficacy rendah lebih rentan mengembangkan atribusi internal dan stabil terhadap kegagalan (Putri, Soetikno & Dewi, 2020). Lagu “The Winner Takes It All” oleh ABBA bukan hanya tentang cinta yang hilang, tetapi juga tentang rasa kehilangan makna, kalah dalam kehidupan, dan berdiri kecil di tengah kemenangan orang lain. Lirik-liriknya yang sederhana, namun menusuk, menjadi simbol dari suara-suara yang tidak terdengar mereka yang merasa gagal, tertinggal, dan tak sanggup lagi melawan. Melalui artikel ini, penulis ingin menggali keterkaitan antara pengalaman emosional dalam lagu tersebut dan konsep learned helplessness, sekaligus membuka ruang refleksi bahwa ketidakberdayaan bukan akhir dari segalanya, melainkan sebuah kondisi yang masih bisa diubah.

Fenomena learned helplessness atau ketidakberdayaan yang dipelajari: ketika individu mulai percaya bahwa apa pun yang dilakukannya tidak akan pernah berhasil. Dalam ilmu psikologi, kondisi tersebut muncul karena kegagalan yang dialami terus-menerus tanpa adanya kendali. Ketika individu merasa usahanya tidak pernah berbuah hasil, maka lama-kelamaan berhenti menjadi pilihan. Lufityanto (2018) mengemukakan bahwa individu yang mengalami kegagalan berulang cenderung membentuk pola pikir bahwa semua upaya tidak berguna, dan ini menurunkan motivasi serta kemampuan mengambil keputusan. Individu menjadi lebih pasif, mudah putus asa, dan merasa hidupnya tidak akan berubah meski sudah berusaha keras.

Lirik lagu “The Winner Takes It All” dari ABBA menggambarkan hal ini dengan sangat menyentuh. Kalimat “the loser’s standing small beside the victory, that’s her destiny” memperlihatkan seseorang yang tidak lagi melawan. Bukan karena tidak ingin, tapi karena merasa memang sudah seharusnya kalah. Lirik itu mencerminkan bagaimana individu bisa tenggelam dalam perasaan tidak berdaya, hingga akhirnya menyerah dan menerima nasib tanpa perlawanan.

Namun, tidak semua yang merasa kalah harus terus hidup dalam ketidakberdayaan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kondisi ini bisa diubah. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Sumarni dan Widiatmoko (2023) mengemukakan bahwa individu yang mengalami learned helplessness dapat bangkit kembali setelah menjalani sesi konseling realita. Individu mulai percaya lagi bahwa masih ada secercah harapan untuk bangkit. Bahkan perubahan ini bisa terjadi dalam waktu singkat asalkan mendapat dukungan dan bimbingan yang tepat.

Lebih lanjut, pendekatan yang melibatkan self-compassion juga menjadi solusi. Putri dan Rahmatulloh (2024) menyatakan bahwa individu dengan tingkat self-efficacy yang baik dan tidak menyalahkan diri sendiri atas kegagalannya, cenderung memiliki risiko depresi yang lebih rendah. Penelitian lainnya oleh Oktaviani dan Cahyawulan (2023) menunjukkan bahwa self-compassion atau sikap berbelas kasih pada diri sendiri, mampu meningkatkan resiliensi pada individu. Ketika individu tidak lagi menyalahkan diri sendiri atas kegagalannya, individu akan lebih kuat dalam menghadapi tekanan.

Semua temuan ini memberikan harapan. Bahwa meskipun seseorang merasa kalah, itu bukan akhir. Perasaan tidak berdaya bukanlah takdir, melainkan respons yang terbentuk karena pengalaman buruk yang terus-menerus. Dan jika itu terbentuk, maka individu pun bisa diurai sedikit demi sedikit melalui dukungan, kesadaran, dan pemahaman baru. Lagu ABBA mungkin terasa seperti akhir dari perjuangan. Tapi bagi kita yang membaca lebih dalam, itu bisa menjadi awal dari refleksi: Apakah kita benar-benar kalah? Atau kita hanya terlalu sering gagal hingga lupa bagaimana rasanya percaya pada diri sendiri?

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perasaan kalah dan tak berdaya bukanlah sesuatu yang asing dalam kehidupan manusia. Lagu “The Winner Takes It All” menjadi simbol yang kuat bagi mereka yang merasa telah berjuang, namun tetap tertinggal. Dalam kacamata psikologi, perasaan ini bukan sekadar emosi sementara, tetapi dapat berkembang menjadi learned helplessness sebuah kondisi mental di mana seseorang meyakini bahwa segala usahanya tidak lagi berarti. Ketika hal ini terjadi terus-menerus, seseorang bisa kehilangan motivasi, harapan, bahkan jati diri.

Namun, temuan-temuan ilmiah memberi cahaya. Learned helplessness bukan takdir yang tak tergantikan. Dukungan emosional, intervensi psikologis, dan sikap berbelas kasih pada diri sendiri terbukti mampu mengurai kebekuan rasa tidak berdaya. Individu yang dulunya pasrah dapat belajar kembali untuk percaya, untuk mencoba, dan untuk bertahan. Maka, ketika hidup terasa tidak adil dan dunia tampak hanya memilih pemenang ingatlah bahwa yang kalah pun masih punya ruang untuk bangkit. Karena ketidakberdayaan bukan akhir, melainkan sebuah peluang untuk memulai ulang, dengan pemahaman dan kekuatan yang lebih dalam dari sebelumnya.

Daftar Pustaka

Han, T. H., Xiao, J., Zhang, Q., & Wang, Q. (2020). The neurobiological mechanism of learned helplessness: An updated review. Neuroscience Bulletin, 36(12), 1399–1409. https://doi.org/10.1007/s12264-020-00549-9

Lufityanto, G. (2018). Validasi dan pengembangan paradigma eksperimen learned helplessness pada etnis dominan di Indonesia. Psikodimensia: Kajian Ilmiah Psikologi, 17(1), 1–13. https://doi.org/10.24167/psidim.v17i1.1459

Putri, C. K., & Rahmatulloh, A. R. (2024). Feelings of helplessness: A study of the relationship between self-efficacy and depression in late adolescents. In Proceedings International Conference on Psychology (Sustainable Community Well-Being: From Marginal to Thriving Community). Universitas Mercu Buana Yogyakarta.

Putri, N. A., Soetikno, N., & Dewi, F. I. R. (2020). Learned helplessness among the adolescent victims of cyberbullying. International Journal of Application on Social Science and Humanities, 4(1), 15–27.

Saputra, B. A., & Hidayat, M. (2021). Self‑efficacy, social support dan learned helplessness mahasiswa dalam pembelajaran daring pada masa COVID‑19. Seminar Nasional Psikologi UAD.

Sumarni, N., & Widiatmoko, M. (2023). Reality counseling approach to reducing students learned helplessness (Experimental study on Class IX students at SMPN 2 Sobang 2023/2024 Academic Year). International Journal of Applied Guidance and Counseling, 5(1), Article 3493. https://doi.org/10.26486/ijagc.v5i1.3493

Oktaviani, R., & Cahyawulan, L. S. (2023). Self-compassion sebagai prediktor resiliensi pada mahasiswa tingkat akhir. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 11(1), 23–34.

Nalar Artikel
5 2 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
mutia
mutia
2 months ago

INI BAGUS BANGETTTTTT🫀💐🌟

Artikel Lainnya

Treatnomics Gen Z: Self-Reward...
Penulis: Iswar Di tengah ketidakpastian ekonomi global yang dipicu oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi,tingginya inflasi, dan dampak pascapandemi COVID-19,...
Jum, 26 September 2025 | 10:25
HARI LAHIR LPM PENALARAN...
Kami segenap keluarga besar LPM Penalaran UNM bersyukur atas perjalanan 27 tahun sejak terbentuknya Lembaga Penalaran Mahasiswa UNM....
Sen, 22 September 2025 | 10:59
PERAYAAN HARI LAHIR LPM...
LPM Penalaran Universitas Negeri Makassar akan memasuki usia ke-27 tahun. Mari bersama-sama memaknai perjalanan panjang ini dalam sebuah...
Ming, 21 September 2025 | 10:53
PELAKSANAAN KAJIAN KEORGANISASIAN CAMP
Kakor Camp 2025 is Coming! Kakor Camp tahun ini kembali lagi! 🚀Jangan lewatkan keseruan belajar organisasi sekaligus merasakan...
Rab, 17 September 2025 | 10:08